Sebuah Fenomena Pengemis Gadungan

Percaya gak kalau ada pengemis yang pendapatannya menyaingi gaji karyawan kantoran?

Ternyata ada banyak perngemis yang punya harta puluhan hingga ratusan juta rupiah, bahkan ada yang punya rumah dan tanah di kampung halamannya dari hasil mengemis

Masyarakat yang cenderung mudah kasihan dan memberi uang kembalian seadanya kepada pengemis

Dimanfaatkan beberapa oknum yang malas bekerja dan mencari jalan pintas untuk mencari uang dengan cara mudah.

Ada beberapa modus operasi yang dipakai oleh pengemis gadungan untuk menarik simpati:

  • Pura-pura Hamil

Biasanya perutnya ditambahkan buntelan kain atau bantal supaya terlihat buncit.

  • Pura-pura Buta

Modus paling klasik bagi pengemis buta.

  • Membawa Lansia Sakit

Mengantar-jemputkan kakek/nenek yang terlihat seolah sakit berat untuk tidur di pinggir jalan setiap hari dengan mobil.

  • Manusia Gerobak Musiman

Menyamar jadi pemulung lokal, Biasanya muncul di sekitar bulan ramadhan dan menghilang setelah lebaran.

  • Pura-pura Buntung

Biasanya dilakukan dengan melipat satu kakinya lalu dibungkus pake celana.

  • Luka atau Borok Palsu

Berbekal terasi atau lem dan obat merah, mereka bikin luka palsu yang terlihat seperti borok.

  • Membawa bayi

Ini paling jahat. Beberapa pengemis gadungan membawa bayi sewaan. Parahnya lagi, bayi ini kadang diperlakukan buruk seperti dicubit biar nangis dan mengundang iba, atau dibius supaya tidur dan gak berisik.

Pendapatan pengemis jauh di atas perkiraan.

Menurut Dinsos Jakarta Selatan tahun 2013, rata-rata pengemis bisa dapat 450 ribu – 1 juta perhari

Sedangkan berita yang lebih baru (2018-2021) dari berbagai wilayah di Indonesia menunjukkan angka sekitar 200 ribu – 1 juta perhari

Dengan penghasilan sebesar itu, gak jarang kita ngelihat berita pengemis bisa punya aset ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Misal, Legiman asal Pati yang punya aset satu miliar lebih, atau Mukhlis, yang punya uang tunai 194 juta rupiah.

Penghasilan yang besar itu juga jadi isu utama yang bikin dinsos di berbagai kota kesulitan memberantas pengemis, padahal sudah ada perda yang melarang memberi uang ke pengemis.

Adanya fenomena ini memberi dampak negatif secara ekonomi dan sosial.

  • Uang yang seharusnya dialokasikan ke pihak membutuhkan, malah dinikmati orang lain.
  • Orang antipati terhadap kaum marginal yang betul-betul membutuhkan.
  • Perputaran uang tidak mengalir ke sektor yang produktif.